Langsung ke konten utama

Mengapa Harus Cinta? (2)


Mengapa Harus Cinta? (2)
By: Sekar Hidayatun Najakh


Sumber Gambar dari Google Image

Jika ada sepotong pertanyaan, “Mengapa harus cinta?” seperti pada tulisan sebelumnya kembali dipertanyakan, nah kira-kira kita harus jawab apa lagi yaa? Tidak cukup dengan senyuman yaa…, tapi kalau senyumannya disertai dengan jawaban nah itulah yang diharapkan. Membahas mengenai cinta memang seakan tiada habisnya. Kita berada di dunia ini juga karena cinta, kita bernapas juga karena cinta, kita bisa menjalani kehidupan sampai saat ini juga karena cinta. Cinta darimana? Tentu saja cinta murni dari Allah ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa.
Mengapa harus cinta? Sebab, cinta menjadikan kita bisa merasakan segala rasa. Benar bukan? Tentu saja benar demikian. Begitupun ketika kita merasakan cinta kepada makhlukNya. Cinta bisa dimaknai dengan mudah, namun realisasinya tidak juga dikatakan mudah tidak pula dikatakan susah. Cinta pada hakikatnya adalah murni dan suci hanya saja banyak hal yang mengatasnamakan cinta untuk hal-hal yang tidak sepantasnya. Mudahnya begini, jangan disebut sebagai cinta jika bukan karena Allah Swt, clear ya?
Pernah pada suatu video kajian dari seorang ustadzah, kurang lebihnya intinya seperti ini “Cinta itu, power sangat kuat. Bahkan saking kuatnya, bisa menggetarkan pintu hati si dia, menggetarkan pintu hati orang tua si dia, menggetarkan pintu hati orang tua kita. Bahkan jika kita mempunyai cinta yang baik, bisa menggetarkan pintu ArsyNya. Jadi pastikan, jika kita mempunyai cinta atau sedang mencinta jadikan itu sebagai cinta yang terbaik” Sangat jelas yaa… kalau cinta yang terbaik adalah cinta yang didasari oleh iman dan ketaqwaan penuh kepada Allah Swt.
Di dalam Al-Quranul karim, kitab suci kitapun demikian. Sangat jelas Allah Swt menyampaikan firman-firmanNya penuh dengan cinta. Allah Swt menyampaikan petunjuk-petunjuk yang agung sebab cintaNya kepada hamba-hambaNya. Semua ayat yang ada di dalam Al-Quran mengandung makna kecintaan Sang Pencipta kepada makhluk-makhluk di seluruh alam semesta. Ayat-ayat peringatan ada pula ayat-ayat yang memuat berita kabar gembira, yang kiranya jika hamba-hambaNya mengikuti ayat-ayat cinta tersebut tidak akan ada kekhawatiran tentang apapun, cinta tertinggi yang didapat adalah masuk ke dalam JannahNya, bertemu langsung denganNya. MasyaAllah…
Pada Surah Ar-Rahman yang memiliki arti Yang Maha Pengasih, surah yang menyandang asma agung Allah Swt. Surah tersebut terdiri dari 78 ayat, dimana terdapat 31 ayat dengan kalimat yang sama “Fa bi’ayyi aalaaa’i robbikumaa tukadzzibaan”. Secara langsung ayat tersebut adalah menyampaian cinta Allah Swt kepada hamba-hambaNya. Sampai diulang sebanyak 31 kali “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” Seolah memang Allah Swt menjelaskan, tidak ada satupun yang Dia menciptakan segala sesuatu kecuali sebagai wujud cintaNya kepada makhlukNya, lantas apalagi yang harus dikeluhkan? lantas apalagi yang harus dirisaukan? MasyaAllah, jika diperdalam lagi memaknainya ternyata sedalam itu cinta yang diungkapkan oleh Rabb Semesta Alam. Malu kiranya, jika kita masih sering mengeluh dan lupa bersyukur.
Cinta adalah sesuatu yang memang harus kita syukuri setiap hari, bahkan setiap waktu. Karena kita diciptakan, diberikan kehidupan di dunia tidak serta merta dilepas begitu saja, tetapi Allah Swt mengiringinya dengan cinta. Cinta adalah jaminan terbaik, bagaimana tidak? Sedangkan Allah Swt yang berperan langsung di dalamnya. Maka dalam cinta, seharusnya tidak akan ada rasa kecewa, tidak akan rasa pamrih, tidak akan ada rasa menyesal, tidak akan ada rasa sedih. Sebab cinta adalah jaminan, jaminan keikhlasan, jaminan untuk menjadi lebih baik karenanya, jaminan untuk berbahagia, jaminan untuk selamat dari siksa api neraka. Jika ada yang mengatakan tersebab cinta menjadikan hal-hal yang negatif, mungkin pemaknaan cintanya belum jauh atau cinta disematkan bukan pada tempatnya. Karena dalam cinta, butuh untuk terus belajar dan membelajarkan.

Wallahua’alam…
Yaa muqollibal qulub, tsabbit qolbii alaadinnik…
Waa aamiin… Yaa Rabbi


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seseorang yang Kusebut "Dia"

Pada suatu malam yang panjang, seseorang tengah menghidupkan sebuah perjuangan. Dia berjalan. Perlahan. Menyebut beberapa nama, lantas kemudian menepikan kata sederhana di ujung kalimat akhir. "Aamiin". Dia tertunduk, pasrah. Sampai ... dia pun tak sempat bertanya pada pohon-pohon atau riwayat embusan angin malam itu yang tidak menyerah menghalau rasa dingin, melesat membawa sebuah ingin. Yang terjadi ... dua telapak tangannya hangat, menampung tetesan air mata. Aku melihat sebuah tanda tanya di sepanjang jalan kenang. Harap yang terus dia teriakkan dalam tenang. Apakah dia bermimpi? Aku rasa tidak. Sebuah keyakinan terpatri kuat dalam hatinya. Tentang kuasa Tuhan yang tiada kata "tak mungkin". Sang Mahakuasa yang bisa membuat ada dari yang mulanya tiada. Kusebut dia seseorang yang tengah menanti. Tatkala Tuhan berkata "kun". Lantas inginnya pun terjadi.

Arti Bahagia

Inilah kita yang sedang tertatih dalam perjalanan. Kita yang barangkali sedang letih berlatih sabar. Kaki-kaki yang terseok dan terjatuh, di medan perjuangan. Kita yang telah menguras hidup dengan dengan segala pengorbanan. Pengorbanan energi, perasaan, pikiran, serta curi-curi waktu untuk sekadar meluruskan punggung pada sandaran. Kehidupan memang seperti ini, ya. Kita paham benar jika tidak semua impian akan datang berwujud kenyataan. Lantas batin pun berkata, "Sudah sejauh ini. Namun, ujungnya semakin tak terlihat." Impian yang kita kira akan membuahkan bahagia, satu per satu berguguran. Meneruskan perjalanan ini atau berputar ke arah yang lain? Baik, kita pilih saja. Tidak ada pilihan yang salah di sini. Tidak apa-apa, kita lakukan saja. Sehebat apa pun kita berencana, tetap rencana-Nya yang akan menuntun kita. Dialah yang berhak penuh dalam menentukan, ke arah mana kita harus berbahagia. Ada yang mengatakan, jika bahagia adalah cara pandang tentang hidup. Di mana unsur s

RAGU

Harapan selalu saja digambarkan dengan sebuah bentuk yang indah nan menawan. Kita berharap, suatu saat keindahan itu bisa kita genggam. Nyatanya, tidak semua harapan atau impian menjelma menjadi realita. Banyak sekali, harapan yang pada akhirnya hanya hidup dalam angan. Kita masih saja berkutat dengan kekhawatiran. Jika nanti ... Padahal hati selalu mengingatkan, ada Sang Maha Penjamin yang sedang menyusun segala skenario terbaik-Nya. Jangan-jangan, kita yang selalu mencoba beriman pada takdir-Nya ini sebenarnya masih menyimpan keraguan? Ragu pada masa depan, sedangkan mulai sekarang masih bisa kita atur ulang. Lebih pantas jika kita meragukan apa yang sudah terlewatkan di masa lalu. Sehingga timbul sebab mengapa kita menjadi ragu seperti ini.